Manusia dan Cinta
Sumber gambar: http://www.loopedblog.com/wp-content/uploads/2012/02/love-is-dead.jpg |
Manusia, Cinta dan Tuhan setali tiga uang sama dengan Misteri. Tidak pernah seorang pun yang mampu mendefinisikan Cinta, ia hanya mampu diekspresikan, apakah ia hidup ataukah dia mati, tidak pernah seorang pun yang tahu. Banyak orang bilang bahwa Cinta bukan berada di ranah logika, Cinta itu pakai rasa, pakai hati. Cinta pun juga sering dituding sebagai penyebab berbagai masalah, dari kebodohan laki-laki, misal ungkapan-ungkapan seperti
“Kok, mau sih lo digituin sama Cewek lo? Lo tuh cuma dijadiin pasar Swalayannya aja!”
atau pengorbanan dan siksa batin perempuan
“Aku tidak bisa hidup tanpanya, aku sudah memberikan segalanya buat dia, tapi kok dia tega serong dan dia pun memukuli aku, dia selalu kasar... [sambil larut dalam isak tangis di tengah curhatannya]”.
Cinta itu mengandung unsur drama, Cinta itu membuat orang menjadi lembek, namun karena Cinta, manusia sanggup melampaui jauh dari dirinya sendiri. Yah.. apapun itu Cinta buat saya, yaaaah entah lah, logikaku tak sanggup untuk menjelaskannya, pun juga tidak yakin apakah Cinta itu benar-benar ada. Sampai titik ini, bilang “I love you” itu sama saja esensinya bilang “aku takut hantu”—meskipun belum pernah lihat hantu”. Mungkin Cinta cuma hal metafisis belaka, mungkin Cinta hanya masalah kimia “cocktail party” di otak manusia, mungkin juga Cinta hanya konsep dan konstruksi budaya semata. Yang jelas manusia lebih butuh oksigen dari pada Cinta, meskipun tanpa salah satu dari keduanya akan terasa menyesakkan dada.
Namun apabila Cinta hadir di ranah ilmu pengetahuan, "yah masihkah akan ada Cinta?", "atau kah justru akan menghadirkan Cinta yang lebih subtil?", "Bilamana Cinta dapat diepistemologikan atau diontlogikan, mampukah Cinta menjadi obat akan kekacauan dunia, relasi antar manusia, dan bahkan kecemasan diri?" Yah ujung-ujungnya tetap saja skeptis dan curiga, ya gimana dong.. Semenjak Anak-Nya pun dikirim hadir di dunia, dan telah mengajarkan kita tentang hukum yang terutama yaitu “Cintailah sesamamu manusia, seperti dirimu sendiri, dan Cintailah Tuhan Allahmu, lebih dari apapun di dunia”. Toh hukum ribuan tahun ini sudah pernah diajarkan, pun yah masih ada aja, yang jadi korban KDRT lah, bisnis lendir lah, selingkuh lah, angka perceraian membengkak, belum lagi narasi besar yang diideologikan, didogmakan, yang memposisikan kaum perempuan menjadi manusia kelas dua, dan entah drama-drama Lebenswelt apalagi yang selalu mengusik dan menggerogoti sendi-sendi logika karena dijadikan komoditas masyarakat kapitalisme. Yah cinta itu mungkin juga sudah jadi main course dari para filsuf, yang punya hobby mengkusutkan pikirannya sendiri di tengah kekacauan dunia, alih-alih ingin mencari penyelesaian eh kok malah mumet sendiri.
Ketika membedah soal Cinta, banyak tokoh-tokoh yang tengah mengeksplorasinya dalam rangka menjelaskan relasi intim antar dua manusia. Pertanyaan seputar bagaimana bisa dua pihak saling mengikatkan diri atas nama Cinta? Entah dari pendekatan ranah kajian budaya, psikologi, sosiologi, ekonomi, filsafat, bahkan matematika, Cinta dibahas, dikonstruksikan, namun tetap saja menjadi misteri.
Untuk memahami masalah Cinta ini, penulis kembali membuka bacaan-bacaan yang mudah-mudahan relevan dalam membahas apa itu Cinta, relasi, dan keintiman.
Daftar bacaan di bulan ini:
Brown, Joanne. 2006. A Psychosocial Exploration of Love and Intimacy. New York : Palgrave Macmillan.
Gardner, Sebastian. 2009. Satre's Being and Nothingness. London: Continuum International.
Giddens, Anthony. 1992. The Transformation of Intimacy: Sexuality, Love and Eroticism in Modern Societies. Stanford, California: Stanford University Press.
Gilligan, Carol. 1982. In A Different Voice. Cambridge, Massachusetts: Harvard University Press.
Lacan, Jaques. 1972-1973. Book XX, Encore, On Feminine Sexuality: The Limits of Love and Knowledge. Edited by Jaques-Alain Miller. Translated by Bruce Fink. W. W. Norton & Company.
Lanur, Alex. 2011. "Relasi Antar-Manusia Menurut Jean-Paul Sartre." dalam Filsafat Eksistensialisme Jean-Paul Sartre, oleh A. Setyo Wibowo and Majalah Driyarkara. Yogyakarta: Kanisius.
Tjaya, Thomas Hidya. 2011. "Relasi dengan Orang Lain dan Paham Kebebasan Dalam Drama Sartre Huis Clos." dalam Filsafat Eksistensialisme Jean-Paul Sartre, oleh A. Setyo Wibowo and Majalah Driyarkara, 167-187. Yogyakarta: Kanisius.
Yah mudah-mudahan setelah membaca teks-teks tersebut, pada akhirnya Cinta tersebut justru tidak menghilang. Seperti kata Hume, passion itu hilang ketika kita membedah passion itu. Pun juga janganlah Cinta pun juga mati, karena kita semualah yang telah membunuhnya, seperti yang diinspirasikan Nietzsche. Mungkin juga Cinta itu hanya bisa dihayati bersama, bukan diresepkan dan dibahas seperti acara Master Chef, ibarat sedang makan sop, namun kita membedah dan mengkritik apapun yang membentuk didalamnya, malah Sop itu justru menjadi hambar dan tidak nikmat. Mudah-mudahan juga teks-teks tersebut bisa dipahami di bulan ini....
Comments
Post a Comment