Logika dan Prinsip-Prinsip Ekonomi (2)
Bertolak
dari artikel sebelumnya (lihat: Logika dan Prinsip-Prinsip Ekonomi) telah
disinggung secara ringkas kesalahan dalam logika-logika ekonomi (Samuelson
dan Nordhaus 2010)
dan tiga masalah agen ekonomi (econs) yang menjadi titik tolak peristiwa
ekonomi (Mankiw
dan Taylor 2014) . Hal ini akan coba dikaitkan dengan prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh
Krugman dan Wells (2015) dan juga penjelasan-penjelasan yang mengkontraskan
dengan dimensi ekonomi itu sendiri. Ada tiga kelompok prinsip ekonomi utama,
yaitu seorang individu dan pilihan bebas, interaksi antar individu dan pilihan-pilihan bebas itu dalam situasi mikro, dan pada akhirnya interaksi dan pilihan-pilihan bebas
dalam keseluruhan fungsinya atau situasi makro.
Sumber gambar: www.weblogbahamas.com |
PILIHAN BEBAS dari seorang
individu
Prinsip
#1: Pilihan-pilihan haruslah ada, karena sumber-sumber daya adalah terbatas
Prinsip
#2: Biaya atau kos (Cost) yang sesungguhnya atas sesuatu adalah kos kesempatan dari
sesuatu itu
Prinsip
#3: “Berapakah” adalah suatu keputusan dari suatu marjinnya,
Prinsip
#4: Orang banyak biasanya akan menanggapi suatu insentif, mengeksploitasi
kesempatan-kesempatan itu untuk membuat dirinya lebih baik.
Masalah
ekonomi selalu mensyaratkan adanya pilihan bebas, dan sebesar apapun masalahnya
pengambilan keputusan selalu melibatkan seseorang. Misalnya keputusan untuk
menyisihkan pendapatan untuk ditabung atau investasi, merupakan keputusan
individu tersebut terkait masalah pilihan konsumsi sekarang atau nanti.
Permasalahan pemilihan penggunaan kas bebas perusahaan apakah untuk pembayaran
dividen atau pembangunan mess karyawan pada perusahaan, tidak peduli berapa
besar dan banyaknya karyawan di perusahaan itu, pengambil keputusannya adalah
tetap seorang direkturnya. Contoh lain lagi adalah seorang pemimpin negara
dalam menentukan prioritas penggunaan dana APBN, apakah untuk dana politik dan
pertahanan (membeli alutsista, studi banding dan kunjungan ke luar negeri,
aktivitas perdamaian/ perang) atau digunakan untuk membangun ekonomi dalam
negeri (perbaikan birokrasi dan sistem pelayanan publik, membangun
infrastruktur, subsidi atas barang-barang pokok, dan lain sebagainya). Sebesar
dan atau sekaya apapun negara itu, pengambil keputusannya tetap seorang
individu, yang menjabat sebagai kepala pemerintahan saat itu.
Apa
artinya ini? Seorang
individu yang menganalisa suatu masalah ekonomi, pada tingkat individu akan
berhadapan dengan empat prinsip diatas. Seorang pengambil keputusan dapat
diketahui motif keputusannya dari keempat prinsip itu, baik dari seberapa jauh
ia mampu mengidentifikasi sumber-sumber daya yang dijadikan alternatif
pilihannya, biaya kesempatan antara dirinya, perusahaannya, atau negara yang
dipimpinnya, suatu nilai marjin atau keuntungan dari keputusannya itu, dan
bagaimana seseorang itu mengeksploitasi pilihan bebasnya untuk memanfaatkan
insentif-insentif dari pilihannya itu. Karena pilihan bebas inilah, seseorang
dapat dinilai baik atau buruknya (moral) dalam konteks ekonomi ketika ia memang
memilih secara benar dalam konteks ekonomi yang melibatkannya.
Dalam
sebuah pilihan kadang-kadang tidak murni atau melulu masalah ekonomi semata, prinsip-prinsip
tersebut diatas merupakan implikasi dari logika-logika yang digunakan untuk
memandang suatu masalah hanya terbatas atau mereduksi hanya dari dimensi
ekonominya saja. Dalam hal ini, kita tidak pantas (amoral) bila menggunakan
prinsip tersebut diatas untuk motivasi sosial, misalnya menggelontorkan dana untuk
pembangunan rumah ibadah, namun disertai publikasi yang mampu meningkatkan
goodwill dan sekaligus privilese sosial kita. Rumah ibadah memenuhi prinsip
pertama sebagai sumber daya popularitas seorang individu, kesempatan menjadi
donatur disamakan menjadi investor surga, membangun tempat ibadah hari ini demi
mendapatkan imbal hasil hidup kekal setelah mati, atau imbal hasil popularitas
karena tindakan menjadi donator itu mengakibatkan ia lebih dikenal oleh umat
yang lain dan sehingga memiliki posisi politis untuk menjadikan komunitas
religious itu menjadi target pemasaran usahanya. Ketika seseorang itu
mengetahui kesempatan menjadi donatur alih-alih melakukan murni kegiatan
pemasaran, maka ia sudah menerapkan prinsip kedua dan ketiga. Bahwa kesadaran
seseorang itu ketika merasakan manfaat popularitas menjadi donatur itu dan
mengeksploitasinya, maka ia telah menggunakan prinsip ekonomi yang
keempat.
INTERAKSI yaitu bagaimana
ekonomi-ekonomi bekerja
Prinsip
#5: Selalu terdapat peningkatan keuntungan dari aktivitas perdagangan
Prinsip
#6: Pasar-pasar bergerak menuju titik keseimbangannya (ekuilibrium)
Prinsip
#7: Sumber-sumber daya haruslah digunakan secara efisien untuk mencapai
tujuan-tujuan masyarakat (society)
Prinsip
#8: Pasar-pasar biasanya akan menuju efisiensi
Prinsip
#9: Bilamana pasar-pasar tidak mencapai efisiensi, intervensi pemerintah
dimungkinkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Ekonomi
adalah perkara sosial. Tidak bisa dipungkiri bahwa praktik ekonomi memerlukan
dua pihak yang ketika dibandingkan mengalami kelangkaan di satu sisinya, dan
kelebihan di sisi lainnya (konsep dua
sisi mata uang—zero sum game). Kedua prasyarat
difisit—surplus itu melahirkan konsep yang disebut pasar. Ekonomi terjadi jika
adanya interaksi antara pihak-pihak yang mewakili pilihan-pilihan bebasnya
sendiri dalam rangka memenuhi kebutuhan pihak-pihak itu. Interaksi dapat
memberi jawaban bagi perilaku ekonomi itu sendiri, yaitu bagaimana keputusan di
satu pihak akan mempengaruhi keputusan di pihak lainnya. Petani dan penjahit
misalnya, dapat melakukan perdagangan dengan cara mempertukarkan hasil produksi
mereka, beras ditukar dengan pakaian. Petani memiliki kelangkaan akan pakaian,
dan penjahit juga butuh makan. Hal ini menciptakan perdagangan, petani akan
lebih untung apabila ia hanya menanam padi saja, begitu pun penjahit juga
mendapatkan keuntungan bila hanya memproduksi pakaian jadi saja. Meskipun
masing-masing mempertahankan kelangkaannya atas barang-barang itu, akan tetapi
hal ini tetap lebih menguntungkan apabila baik petani dan penjahit sama-sama
menanam padi dan membuat pakaian jadi. Dalam hal ini perdagangan akan
meningkatkan keuntungan minimal sebesar biaya kesempatannya.
Suatu masyarakat akan terdiri dari banyak agen-agen ekonomi (Econs) yang berproduksi menghasilkan barang dan jasa
bermacam-macam. Kenyataannya ekonomi melibatkan banyak agen yang tidak terbatas
pada dua individu yang saling berinteraksi dan bertransaksi (ekonomi alá Robinson Crusoe), atau hanya petani dan penjahit tadi. Masyarakat
dapat diklasifikasikan berdasarkan interaksi ekonomi ini, yaitu
kebutuhan-kebutuhan—kelangkaannya, dan juga
produksi-produksinya. Ragam dan rupa pertukaran akibat dari kepentingan
individu-individu dalam kelompok ini menciptakan pasar. Pasar akan tetap ada
sepanjang kepentingan individu itu ada dan ada interaksi dengan individu yang
lain. Titik ekuilibrium tercapai apabila tiap-tiap kepentingan individu itu
terpenuhi, yaitu akibat dari individu itu berhasil mengatasi kelangkaannya. Masalah kelangkaan ini membutuhkan prasyarat yaitu
memanfaatkan secara efisien, tidak terjadi pemborosan sumber-sumber daya.
Kondisi efisien akan tercapai apabila suatu sumber daya itu dieksploitasi dalam
segala kesempatannya yang tersedia untuk kebaikan bersama tanpa membuat orang
lain mengalami penderitaan. Contohnya, gotong royong kampung akan efisien
apabila aktivitas itu berhasil memanfaatkan kondisi-kondisi kelebihan-kelebihan
yang tersedia dari setiap individu, namun tidak mengambil melampaui dari yang
disediakan oleh individu-individu itu. Ketika ada yang menyumbang pisang
goreng, lantas tidak kemudian meminta disediakan makan siang. Ketika sudah ada
yang menyumbangkan tenaga untuk membersihkan parit depan rumah, tidak kemudian meminta
orang itu untuk membersihkan juga halaman rumah kita. Ketika segala sesuatu itu
dimanfaatkan atau diproduksi sesuai dengan porsinya dan tanpa berlebihan, maka
kondisi efisien akan tercapai.
Kerumunan orang yang memiliki
kesadaran atas kelangkaan dan memiliki minat untuk bertransaksi dapat disebut
sebagai pasar. Tentu saja secara sosial mereka memiliki mekanisme dalam
bertransaksi. Secara rasional, kepentingan individu yang bertransaksi di pasar
akan mengarahkan pada kondisi efisien, karena individu yang rasional akan
mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya untuk memenuhi kebutuhannya hanya
dalam porsinya. Ketika lapar, maka individu yang rasional akan puas hanya
dengan porsi makanan yang biasanya ia makan, tidak berlebihan. Dalam hal ini
pasar secara niscaya akan mengarahkan pada pemenuhan kondisi efisien. Akan
tetapi tidak selamanya manusia berpikir secara rasional, apalagi berpikir
secara ekonomis. Banyak ditemukan bahwa manusia memiliki hasrat yang tidak
terbatas, manusia tidak pernah puas, manusia adalah binatang yang serakah. Maka
jika dipasar dipenuhi oleh individu-individu yang serakah, kondisi efisien
sulit tercapai. Dalam hal ini pemerintah dengan kekuasaannya mampu mewujudkan
suatu tindakan efisiensi dengan kebijakan-kebijakannya. Misalnya operasi pasar
terhadap harga beras. Beras yang dijual dengan harga terlampau mahal jelas
merugikan pihak lain, sehingga hal ini perlu diatur. Penimbunan bahan bakar
oleh pengusaha nakal, juga perlu ditindak karena melangkakan komoditas
merupakan upaya manipulasi pasar yang menciptakan pasar tidak mengarah pada
kondisi efisien lagi.
Interaksi dalam SKALA LUAS
Prinsip
#10: Di satu sisi, pengeluaran seseorang akan menjadi pendapatan seseorang di
sisi yang lain
Prinsip
#11: Secara keseluruhan, pengeluaran ada kalanya berlebihan pada kapasitas
produksinya
Prinsip
#12: Peraturan pemerintah dapat mengubah pengeluaran
Kondisi ekuilibrium dan
efisien adalah suatu titik dalam suatu lintasan sejarah. Hal ini sesungguhnya,
ekonomi merupakan hal yang dinamis. Ia mewaktu dan menyejarah. Upaya seorang
ekonom hanya mampu membuat reka peristiwa fenomena ekonomi dengan membuat
semacam snapshot—atau gambar dalam bingkai—yang
menghentikan sejenak peristiwa-peristiwa ekonomi agar dapat dianalisa. Ketika
dipandang secara mewaktu, maka perekonomian suatu negara merupakan siklus
antara resesi (ekonomi menurun) dan ekspansi (ekonomi menanjak) ad infinitum.
Sesungguhnya titik keseimbangan itu adalah kondisi pengandaian dalam benak kita
untuk menganalisa. Maka, Ketika kita menggunakan snapshot yang besar untuk mampu mempotret kondisi siklus ekonomi seluruh
negara, maka kita akan mendapatkan interaksi-interaksi yang bersifat makro, dan
juga dapat mengenali keseimbangan-keseimbangan di dalamnya.
Secara luas, bahwa interaksi
yang menjadi prasyarat transaksi. Adalah tidak mungkin suatu transaksi terjadi
tanpa adanya interaksi pihak yang berbeda kebutuhan namun memiliki kepentingan
yang sama. Zero sum game, adalah prasyarat adanya suatu kondisi permainan
pilihan antara A atau B, namun tidak bisa memilih kondisi keduanya. Dalam
logika ini, jika kita memilih A, maka kita kehilangan kepuasan untuk menikmati B,
dan begitu pun sebaliknya. Maka, A = ~B V B = ~A, maka A ≠ B. Akan tetapi A memiliki atribut yang berbeda
dari B. Kepuasan A berbeda dari kepuasan B. Sebagai contoh, ketika kita
ditawari pilihan ditraktir menonton konser musik rock (pilihan A) dan belajar ekonomi
untuk ujian (pilihan B). Manakah yang lebih memuaskan kita? Tentu saja, pilihan
bebas kita secara cepat-cepat akan memilih nonton konser musik rock karena kita akan
kehilangan nilai kepuasan itu jika tidak memilihnya, namun ceteris paribus, di
sisi lain apabila tidak belajar ketika ujian secara pasti maka akan tidak lulus.
Secara rasional pilihan A untuk menonton konser sebetulnya tidak ekonomis, dan
tidak efisien. Mengapa? Karena dengan mengorbankan waktu 2-3 jam menikmati
sajian film, akan mengorbankan kesempatan lulus ujian mata kuliah ekonomi yang
secara biaya ketika dihitung sudah jauh melampaui harga tiket nonton, bahkan
kepuasan nonton konser itu sendiri. Nilai kepuasan nonton konser musik dinilai terlalu
berlebihan, sehingga dianggap mampu menghilangkan penderitaan belajar ekonomi
selama satu semester—dengan kata lain tidak pada nilai marjin yang sama. Namun
apabila diandaikan, bahwa mata kuliah ekonomi tidak mensyaratkan adanya ujian,
artinya belajar mata kuliah ekonomi tidak akan memberikan kepuasan apa-apa
selain belajar itu sendiri. Maka pilihan A maupun B sama-sama rasional dan
efisien. Aturan adanya ujian, analog dengan pemerintah yang memanipulasi
kondisi pilihan dan interaksi itu untuk mengatur tingkat pengeluaran. Disini
tingkat pengeluaran sama dengan sumber daya waktu yang digunakan untuk
mengkonsumsi baik pilihan A maupun B. Pengeluaran satu semester dipandang
terlalu besar untuk dikorbankan gara-gara rayuan nonton konser musik, too big to fail sehingga aturan atau
insentif (bail out) merupakan upaya
seorang dosen untuk mengatur "ekonomi" melalui pilihan-pilihannya. Dalam kondisi tersebut, jika dipandang secara luas tentu saja akan melibatkan kepentingan-kepentingan lain yang dapat mengganggu sebuah kelas mata kuliah ekonomi seluruhnya gagal dalam ujian. Hal ini terjadi akibat pilihan pada suatu interaksi, mempengaruhi terjadinya pilihan individu yang lain. Andaikan saja seorang individu tersebut akibat pilihannya mempengaruhi individu yang lain untuk memilih opsi A, dan bukan B (belajar ujian), maka pilihan ini berdampak luas untuk menggagalkan kelas mata kuliah ekonomi.
Daftar Bacaan
Krugman, Paul, dan Robin Wells. Economics. New York: Worth Publishing, 2015.
Mankiw, N. Gregory. Principles of Economics. 4th. Mason: Thomson South-Western, 2007.
Mankiw, N. Gregory, dan Mark P. Taylor. Economics. Andover: Cengage Learning EMEA, 2014.
Samuelson, Paul A., dan William D. Nordhaus. Economics. 19th. New York: McGraw-Hill/Irwin, 2010.
Comments
Post a Comment