Benediktus dari Spinoza (4): Tanggapan atas konsep ketuhanan Spinoza
Pembuktian Tuhan dari bangunan ontologi Spinoza memang seolah menjadi lebih masuk akal untuk menjelaskan misteri kekuatan Alam semesta. Namun bagaimana relasi antara iman dan akal budi dalam pandangan Spinoza ini? Jika, sesuatu yang transenden sudah ditolak, maka bagaimana peran teologi itu sendiri?
Galaxy Bimasakti di langit malam ketika dilihat dari Bumi. Panteisme memandang bahwa Alam Semesta (Universe) merupakan Tuhan yang terjelma dalam segala hal. Dalam cara pandang Panteisme kita diajak untuk menghormati apa saja yang ada di alam, terutama bumi yang kita tinggali ini. Sumber gambar: www.bbc.com |
Dalam logika imanensi mutlak semacam ini, justru kita dihadapkan pada sebuah ambiguitas subyek antara Tuhan itu sendiri dan diri kita sendiri, karena sifat personal Tuhan menjadi hilang. Perbuatan baik dan jahat pada manusia misalnya, bukankah ini membawa suatu kontradiksi diri pada pribadi Tuhan, sehingga akan menyulitkan kita untuk memahami hubungan individu dengan Tuhan secara pribadi. Tuhan semacam ini menjadikan Tuhan itu absurd. Persoalan tidak terbatas dan terbatas pun akan ikut menjadi persoalan. Apabila setiap individu adalah bagian dari Tuhan, dan Tuhan ada di dalam diri individu-individu, maka bilamana kita memikirkan diri kita yang terbatas ini akan menjadi bagian dari sesuatu yang tidak terbatas. Spinoza mengandaikan bahwa alam semesta kita ini tidak terbatas sehingga bisa disejajarkan dengan Tuhan. Akan tetapi, bagaimana jika alam semesta kita ini ternyata terbatas? Maka tentu saja Tuhan Spinoza dengan segala tatanan imanensinya pun runtuh. Tuhan yang memiliki dimensi transenden akan tetap ada dan berkuasa sekalipun dunia ini sudah tidak ada lagi. Ia bahkan lebih dahulu ada dari kekosongan dan secara berkesinambungan mencipta alam semesta secara imanen. Ia bukannya sesuatu yang menciptakan jam yang kemudian ia sendiri menjadi jam tangan itu sendiri. Jadi dalam pandangan Spinoza sulit dimengerti, apabila sesuatu itu muncul dari kekosongan, tanpa adanya sesuatu yang lain. Dalam arti ini, ada kesan Spinoza membangun jalan pintas antara ‘kekosongan’ dan ‘ada’.[i]
|
[ii] Ibid.
[iii] Penulis lebih
menterjemahkan self-generation secara
literer sebagai penyebaban-diri alih-alih menggunakan awalan kata swa- ke dalam
Bahasa Indonesia, alasannya adalah arti kata sebab merujuk pada suatu titik
mula statis atau hal yang menjadikannya timbul sesuatu, padahal dalam
pengertian ini, generate lebih
merujuk kausa-kausa dalam suatu proses aktivitas penyebaban itu sendiri.
[iv] Sistem tertutup dapat
dimaknai seperti jam dinding yang bergerak terus hingga sumber tenaga pada jam
itu habis. Bandingkan dengan sistem terbuka yang dapat dianalogikan seperti jam
dinding dengan dua sumber tenaga, yaitu baterai dan panel sel matahari. Panel
sel matahari mampu mengubah sinar matahari menjadi energi listrik yang kemudian
digunakan sebagai sumber tenaga pada sistem mekanis jam dinding tersebut. Sinar
matahari ini bersifat transenden bagi sistem jam dinding. Iman kepada yang
transenden itu sama halnya kita memiliki panel surya itu.
Daftar Pustaka
Armstrong, Karen. 1993. Sejarah
Tuhan: Kisah 4000 Tahun Pencarian Tuhan dalam Agama-agama Manusia.
Dialihbahasakan oleh Zaimul Am. Bandung: Mizan.
Connelly, Stephen. 2015. “God and
the Attributes.” Dalam Spinoza: Basic Concepts, oleh Andre Santos
Campos, 1-13. Exeter: Imprint Academic.
Deleuze, Gilles. 1988. Spinoza:
Practical Philosophy. Dialihbahasakan oleh Robert Hurley. San Fransisco:
City Lights Books.
DK. 2011. The Philosophy Book:
Big ideas simply explained. New York: DK Publishing.
Donagan, Alan. 2006. “Spinoza's
Theology.” Dalam The Cambridge Companion to Spinoza, oleh Don Garrett,
343-382. Cambridge: Cambridge University Press.
Long, A. A. 2003. “Stoicism in
the Philosophical Tradition: Spinoza, Lipsius, Butler.” Dalam The Cambridge
Companion to The Stoics, oleh Brad Inwood, 365-392. Cambridge: Cambridge
University Press.
Magnis-Suseno, Franz. 1997. 13
Tokoh Etika. Yogyakarta: Kanisius.
—. 2006. Menalar Tuhan.
Yogyakarta: Kanisius.
Marshall, Eugene. 2013. The
Spiritual Automaton: Spinoza's science of mind. Oxford: Oxford University
Press.
Nadler, Steven. 1999. Spinoza:
A Life. Cambridge: Cambridge University Press.
—. 2006. Spinoza's Ethics An
Introduction. Cambridge: Cambridge University Press.
Rocca, Michael Della. 2008. Spinoza.
New York: Routledge.
Scruton, Roger. 2002. Spinoza:
a very short introduction. Oxford: Oxford University Press.
Spinoza, Benedict. 2001. Ethics.
Disunting oleh A.H. Stirling. Dialihbahasakan oleh W.H. White. London:
Wordsworth Edition Limited.
Yakira, Elhanan. 2015. Spinoza
and the Case for Philosophy. Cambridge: Cambridge University Press.
Comments
Post a Comment