Tarot dan Ramalan

Siapa yang tidak mengenal kartu tarot (baca: teiro)? Untuk yang terbiasa dengan perihal penerawangan nampaknya tidak asing dengan ramalan tarot. Ramalan model ini biasanya menjadi satu paket dengan ramalan dari barat, seperti halnya astrologi, dan numerologi. Ramal-meramal agaknya bisa dibilang kegiatan otentik manusia. Dari masa jaman antik, bahkan beberapa artefak-artefak hieroglif di Mesir kuno pun sudah menyertakan ramalan. Tak hanya itu bangsa Inca, Maya, Indian Amerika Utara, masyarakat pagan Eropa Utara, hingga sampai ke Tiongkok Daratan, mereka semua mengembangkan metodologi untuk melihat masa depan. Bahkan masyarakat suku Jawa pun juga memiliki metode peramalan yang disebut dengan Primbon. Pada artikel kali ini saya ingin membahas mengenai ramalan tarot, namun bukan dalam konteks sihir dan penerawangan, melainkan dari sudut padang sains modern.

"The fool" kartu pertama dari arcana mayor kartu tarot

Secara sederhana metode ramalan adalah sebuah alat untuk mengetahui masa depan dengan mempertimbangkan pengalaman dan kejadian masa lalu, yang dilakukan di masa sekarang, untuk mengambil keputusan terkait prediksi di masa depan. Dari definisi tersebut, sepintas kita bagi kita yang pernah belajar matematika dan statistika agaknya tidak terlalu direpotkan dengan segala macam ritual-ritual yang aneh-aneh yang menjadi syarat untuk terkoneksi dengan dunia ghaib.  Namun ada benang merah yang bisa saya tangkap, bahwa dari masa ke masa ramalan ingin memberikan gambaran paling tidak dalam tiga hal: Pertama, watak seseorang atau dalam ilmu psikologi sering disebut sebagai personal archetype. Kedua, ialah situasi yang berkaitan dengan karir dan pekerjaan. Ketiga, ialah terkait dengan aspek sosial seseorang, baik hubungan seseorang di dalam keluarganya ataupun dalam lingkungan yang lebih luas. Dari ketiga hal tersebut dapat direifikasi lagi dalam dua hal yaitu kebahagiaan dan kemalangan.

Tarot yang Menginspirasi

Catatan sejarah mengatakan bahwa Kartu Tarot (baca: /ˈtæroÊŠ/) diciptakan di pertengahan abad ke-15 CE (Masehi). Tarot menjadi alat ramal dilansir baru terjadi di akhir abad ke-18. Di awal Tarot diciptakan, masa itu adalah abad pertengahan, yaitu akhir kejayaan era alam berpikir Skolastik/ Thomisme, Tarot hanyalah permainan kartu biasa. Hal ini bisa dilihat ada kemiripan seperti kartu remi/ bridge yang merupakan reduksi dari kartu minor arcana pada tarot. Inspirasi tarot sebagai ramalan yang berhubungan dengan sesuatu yang bersifat supranatural/ divinasi/ ghaib justru terjadi setelah permainan ini melampaui masa “Renaissance”. Pada era cerah budi/ Aufklarüng/ atau masa masyarakat mengandalkan rasionya untuk mencari penjelasan ilmiah inilah, Tarot justru digunakan oleh masyarakat untuk menghadirkan kembali suatu yang transenden. Pun perlu diduga apakah dualisme tubuh dan jiwa Rene Descartes menjadi sumber landasan pengembangan interpretasi Tarot. Mengingat bahwa pada zaman itu, prinsip-prinsip ketuhanan masih masuk dalam penjelasan-penjelasan logis.  

Tarot yang melampaui zaman ini, menjadi hal yang menarik untuk diperbincangkan. Ada seseorang bernama Carl Gustav Jung (85‏‏) yang hidup pada tahun 1875 hingga 1961 di Swiss. Ia adalah seorang Professor ilmu Psikologi, seorang Psikolog dan Psikiater yang menemukan metode Psikologi Analitis. Teknik survey temperamen/ tipe personal Myers-Briggs Test Indicator (MBTI) adalah hasil dari adopsi dan pengembangan dari metodenya. Pemikiran-pemikiran Jung sangatlah menarik, metodenya bahkan banyak mempengaruhi bidang-bidang disiplin ilmu lain, seperti antropologi, akeologi, sastra, filsafat, dan studi religi. Sepanjang karir akademisnya, Jung banyak bekerjasama dengan Sigmund Freud (Penemu ilmu Psikologi) untuk melahirkan teori-teori. Jung adalah pribadi yang unik, pada masa kecilnya ia adalah seorang anak yang senang menyendiri, suka melakukan ritual-ritual yang berbau klenik warisan budaya masa lampau. Ia pernah mati suri, dan juga mengalami ketidaksadaran yang diduga karena epilepsy. Karena hal ini nampaknya ia menjadi tertarik mengetahui lebih jauh tentang dirinya, khususnya terkait dengan psikologi ketidaksadaran dan the-self. Rupa-rupanya Tarot dan metode interpretasi padanyanya telah menginspirasi Jung untuk mengembangkan metode yang lebih modern dan melampaui pemikiran pada jamannya.

Tarot dan Ketidakpastian akan Realitas Masa Depan

Bagaimana Tarot kemudian dapat dipercaya menghadirkan suatu pengetahuan akan masa depan, sesuatu kepastian akan kejadian yang belum dan akan terjadi? Banyak orang percaya dengan ramalan tarot, bahkan tak sedikit pula yang sengaja datang ke katakanlah seorang nujum, indigo, dukun, fortune teller, atau parapsikolog. Ada hal yang cukup skeptis terlintas dipikiran saya, apakah pengungkapan kebenaran yang dilakukan oleh Tarot memang merupakan akibat adanya pengaruh dari sesuatu yang transenden, sederhananya makhluk ghaib, kekuatan supranatural, dan lain sebagainya? Ataukah, gambar-gambar pada kartu Tarot hanya pemicu archetype-archetype yang sudah ada sebelumnya di dalam benak kita, khususnya sesuatu yang tersimpan di dalam alam bawah sadar seseorang?

Ilmu psikologi modern secara teoritis membagi alam pikiran manusia ke dalam tiga kompartemen utama, yaitu: Ego, Superego, dan Id. Secara ontologis, tiga kompartemen tersebut merupakan pengandaian Sigmund Freud untuk menjelaskan mekanisme kesadaran manusia yang terletak di ranah ego manusia. Freud curiga bahwa apa yang disebut jiwa hanyalah sebagai semacam metastasis symbol-symbol yang berada di dalam Id yang kemudiam merembes ke dalam kompartemen Ego. Metastasis ini bersifat chaos namun memiliki daya kreatif untuk memproduksi pikiran-pikiran. Jiwa sesungguhnya tidak ada, namun tak lain adalah akibat adanya libido dari seseorang. Tuhan tidak memberikan informasi apapun melalui mimpi, namun informasi tersebut adalah pikiran-pikiran yang terproduksi dan merembes ke kesaradan. Dengan kata lain, manusia hanyalah tubuh fana atau automaton yang digerakkan oleh pikiran yang adalah bagian dari dirinya sendiri, sehingga jiwa manusia tidak lain adalah pikiran itu sendiri. Manusia bukan makhluk spiritual. Namun Jung berpendapat lain, ia lebih tertarik akan sesuatu yang tidak terjangkau oleh kesadaran, namun sudah berada di dalam pikiran manusia.

Keacakan, Kemungkinan, dan Ketidakmungkinan

Ada pertanyaan sederhana yang muncul, apakah kita selalu sadar akan adanya realitas objek di luar pikiran kita, sehingga apa yang ada di alam bawah sadar kita selalu melewati kesadaran kita dahulu? Ataukah ada sesuatu yang lolos dari kesadaran kita namun tertangkap dan tersimpan di dalam alam bawah sadar kita? Lantas apabila kita percaya bahwa kehendak bebas itu ada, maka secara bebas saya bisa mengarahkan kesadaran saya terhadap benda-benda di luar benak saya. Dengan kata lain pikiran saya memiliki tujuan atau intensi yang melekat pada kesadaran saya. Bagaimana dengan gambar Tarot sebagai objek eksis yang muncul melalui kesadaran kita?

Saya ingin berspekulasi, othak-athik gathuk yang sok ilmiah untuk menjelaskan hal ini. Saya membangun beberapa asumsi sebagai dasar pengandaian proses berpikir seseorang sehingga ia dapat mengasosiasikan gambar-gambar Tarot dengan realitas subjektifnya, antara lain:

  1. Apa yang terdapat di luar pikiran manusia adalah objek eksis yang ditangkap melalui kesadaran seseorang.
  2. Objek eksis tersebut terkondisi dalam situasi lingkungan budaya seseorang, yang menjadi objek di alam bawah sadarnya baik melalui intensi kesadaran, maupun melalui non-intensi kesadarannya.
  3. Alam bawah sadar seseorang sudah terbangun sejak dalam kandungan ibunya, namun objek bawah sadar bukanlah objek eksis, namun merupakan objek subsis dan absis. Emosi dan naluri seseorang sudah terbangun sejak fase di dalam kandungan ini.
  4. Tabula rasa baru ada seketika seseorang dilahirkan dari kandungan ibunya, berikut mekanisme pengenalan atas objek-objek di luar pikirannya. Dalam tahap ini kesadaran subjektif terbangun sejalan dengan naluri bertahan hidupnya akibat memiliki kesadaran akan tubuhnya sendiri serta merta dengan perkembangan syaraf-syaraf sensorinya.
  5. Objek yang absis dan sudah bersifat primordial dari tabula rasa tidak dapat diakses secara langsung oleh kesadaran. Dengan kata lain, kita tidak bisa mengingat apa yang terjadi saat kita berada di dalam kandungan ibu kita.
  6. Namun objek yang absis ini hanya dapat diandaikan melalui objek subsis dalam pikiran manusia saja dan bekerja diluar kesadaran kognitif. Dengan kata lain, alam bawah sadar memiliki mekanisme pikirannya sendiri yang hanya dapat diandaikan namun tidak dapat diintensikan melalui kesadaran kita. Kesadaran tidak memiliki kendali atas objek absis di alam bawah sadar kita.
  7. Karena kita tidak bisa mengetahui objek absis ini, maka secara kodrati akan bersifat acak.
  8. Realitas pada dirinya sendiri yang ada di luar pikiran kita bersifat acak murni. Namun karena adanya kesadaran kita maka kita bisa mengkategorisasikan paling tidak objek-objek realitas yang berada pada ruang dan waktu.
  9. Realitas objek absis tidak dapat diketahui, karena tersimpan dibalik kesadaran akan ruang dan waktu. Realitas tersebut terikat secara ruang dan waktu tubuh, namun tidak bisa dikategorisasikan berdasarkan ruang dan waktu. 
  10. Rasio dan Emosi adalah bentuk modus nalar yang memiliki hasil produksi yang berbeda namun saling berkaitan, dan objek eksis di luar pikiran sama-sama ditangkap oleh indera dan diproses melalui kedua fungsi ini, namun yang dapat diingat sebagai objek pikiran hanyalah objek eksis yang melalui mekanisme intensi kesadaran.
  11. Hanya objek eksis dan subsis yang dapat diakses melalui kesadaran dan diolah melalui nalar rasio, sedangkan nalar emosi hanya harus diungkapkan terlebih dahulu agar menjadi objek eksis.
  12. Hanya objek eksis dan subsis yang dapat dikategorikan sebagai kemungkinan dan ketidakmungkinan.

Berdasarkan tiga belas asumsi di atas, maka kita dapat menjelaskan mekanisme permainan tarot ini. Pertanyaannya sederhana bagaimanakah mekanisme susunan kartu-kartu tarot yang dihasilkan oleh pengambilan acak tumpukan kartu-kartu itu dapat mengakses sesuatu yang ada dalam ingatan kita. Bahwa perlu dipahami terlebih dahulu, bahwa gambar-gambar tarot bersifat semiotic atas kombinasi symbol-symbol budaya yang terangkum dalam satu sifat dari kartu tarot tersebut. Kartu tarot pada tumpukannya diciptakan memiliki narasi besar kehidupan seseorang, artinya baik kartu major arcana dan minor arcana akan berkaitan langsung dengan pengalaman hidup seseorang. Sehingga apa yang nantinya akan diinterpretasi oleh seseorang melalui kartu tarot, sangat tergantung dari hasil lama kocokan kartunya sebagai penentu keacakannya, metode bukaan kartunya (bukaan 3 kartu akan berbeda dengan bukaan 10 kartu). Pemaknaan setiap bukaan satu kartu tarot dan hubungan dengan kartu tarot lainnya sangat bersifat subjektif tergantung dari relevansi hasil interpretasi dan ketersediaan objek eksis dan subsis yang pernah dialami oleh si pemain tarot.

Keacakan yang Membongkar dan Aktivitas Reflektif

Bermain-main dengan kartu tarot tentu saja bagi penulis tidak ada kaitan apa pun dengan dimensi astral, namun apa yang secara pseudo-acak menampakan diri di depan kesadaran penulis tidak lebih dari sekedar simbolisasi dari karakter-karakter manusia. Gambar-gambar itu tidak ada urusannya dengan deterministik masa depan dari seseorang, kelompok, atau dunia. Pun, seandainya bacaan dari kartu-kartu tersebut sepenuhnya terjadi, maka tidak lebih dari sekedar self-fulfilling prophecy belaka. Banyak berbagai argumentasi yang bersifat transenden akan mudah dibatalkan karena landasan premisnya yang tidak kokoh. Bagaimana mungkin kita memungkinkan sesuatu di masa depan, berdasarkan suatu kemungkinan adanya dunia tanpa ruang dan waktu yang dihuni oleh makhluk-makhluk supra natural? Artinya ramalan tarot hanyalah menjawab yang mungkin, dengan sesuatu yang mungkin ada, yang melahirkan kemungkinan-kemungkinan ada yang lain. Dengan kata lain ramalan ini tidak menjawab apa-apa atau mengada-ada.

Namun berbeda apabila kita sudah terlebih dahulu menaruh suatu sikap tertentu terhadap bacaan kartu tarot tersebut. Apa yang hadir menghampiri dari setiap lembar kartu itu dianggap sebagai alat pantik ingatan kita, apa yang relevan dengan kejadian-kejadian yang pernah kita alami. Hal ini tentu saja mirip seorang penikmat seni yang mampir ke dalam suatu galeri dan mencoba menerka-nerka apa yang mereka lihat dari setiap lukisan yang di pajang di dindingnya. Katakanlah hal ini menjadi semacam permainan teka-teki dengan seorang seniman. Akan tetapi bedanya dengan lukisan adalah tebakan kita bisa di arahkan pada apa yang dipikirkan oleh seniman, sedangkan pada kartu tarot tebakan diarahkan kepada diri kita sendiri, atau aktivitas reflektif kesadaran. Karakterisasi setiap kartu yang diwakili sebelumnya, tak lebih untuk membingkai pikiran kita sendiri. Artinya, daya bongkar dari hasil keacakan yang memicu aktivitas reflektif ini lah yang sesungguhnya menjadi suatu kegiatan meditatif yang mengurai segala keruwetan pikiran kita. Kartu tarot menjadi semacam gambar petunjuk yang bisa secara langsung kita asosiasikan dengan segala pengalaman emosional diri sendiri. Dalam arti ini kartu tarot bekerja sebagai pemantik atensi, yang mengaktifkan memori-memori yang relevan, dan sehingga kita diarahkan dapat sekali lagi memaknai peristiwa-peristiwa di kehidupan kita. Sekian. 


Comments

Popular posts from this blog

Tutorial: Mengunduh Data Keuangan Dari Yahoo! Finance

Membuat Tabel (Siap) Publikasi di Stata

Triangulasi (Metode Campuran)