Posts

Showing posts from 2016

Kaleidoscope 2016

Setelah cukup lama tinggal dan mengabdi di menara gading, tanpa romansa dan hanya ingatan akan luka.. Akhirnya aku memutuskan untuk meninggalkan kota penuh sejuta nostalgia. Kulempar dan kulepeh begitu saja segala pil-pil pahit yang ditawarkannya kepadaku. Pil kekuatan, Pil kepandaian, Pil kehormatan, Pil keaggungan, Pil apa lagi... apapun itu terasa pahit dan sulit dicerna. Segalanya adalah racun-racun bagi tubuhku ini... Untuk apa itu semua? Untuk dunia...? Aku memutuskan kembali pulang ke kota kelahiranku, untuk mempersiapkan segala impian yang tak kunjung nyata. Mimpi yang mulai menjadi ilusi. Kesemuan dibalik idealisme diri... Hmm..tidak, aku hanya pulang sebentar, hanya untuk menyiram tanaman-tanaman yang hampir kering.. tanaman yang kelak akan menjadikan tempat bernaung buat aku dan kamu dikala hujan deras. Toh ini hanya masalah di kesementaraan. Aku hanya butuh tempat embarkasi sebelum melompat ke momentum yang lain lagi. Berat hati... Sesak dan khawatir... Akan tetapi

Pilar Pertama: Mental—Kecurigaan dan kedalaman pemikir seorang Soliter

Image
Sumber: http://saimg-a.akamaihd.net/saatchi/7488/art/1410234/674710-7.jpg Suatu hari aku membaca ulasan dalam blog seorang yang berprofesi pengajar . Dia begitu berapi-api, menarik dan menyulam berbagai benang pemikiran. Kesibukannya yang mencoba memahami realitas interaksi manusia, homo homini socius dibedahnya tanpa ampun. Buah-buah pemikiran dari nama-nama besar pemikir sosial pun menjadi bintang-bintang paling terang di antara gelapnya langit semesta. Tulisannya tidak mudah dikunyah, penuh dengan konsep dan konstruk, teori dan eksplanasi. Ketika aku membacanya pun mungkin secara naif aku dapat segera percaya, toh ketika aku membaca profilnya, ia menyandang gelar tertinggi yang dapat diraih seorang mahasiswa dalam pendidikan formal di negeri ini. Namun seorang guru pernah berujar, untuk menaruh curiga terhadap siapa saja yang mengklaim dirinya adalah sumber kebenaran, para filsuf dan sejenisnya.    Ada rasa kurang nyaman dan sekaligus kecurigaan. Bukan berarti aku mel

Anomali

Image
Pagi ini aku membuka buku yang tadi malam kubeli dari toko. Kubedah pembungkus plastiknya dan lalu kucoba buka secara asal pada bagian halamannya, tanpa disangka aku tiba pada halaman berjudul ANOMALI: PR BANGSA! Menarik, ketika membuka teks hari pada hari kemerdekaan dan sudah hadir sebuah anomali. Namun aku jauh lebih terhenyak lagi ketika merunut untaian kalimat dan kata yang berhasil menghentikanku untuk mampir sejenak, …Anomali di ranah rasa: kegagalan relasi cinta atau interaksi rasa merasai (Sutrisno, 2013, hal.74). Hmm.. aku hanya sanggup menghela napas panjang. Kata anomali bukan terma asing untukku, bahkan justru kata itu menjadi pekerjaan panjang dalam ranah positivistik, yang baru berhasil kupecahkan secara sebagian. Namun ternyata anomali ini tidak hanya merepotkan di pasar modal, namun juga merepotkan pada level negara? Anomali tentu saja sebuah kata yang jamak dan tidak mengandung kesan berbahaya bagi awam. Namun bagaimanakah bagi si anomali itu sendiri? Apakah

Membuat Telaah Kritis (6) : Karangan ilmiah dan alur berpikir induktif (kualitatif) atau deduktif (kuantitatif)

Image
Memeriksa sebuah karangan tentu saja menuntut keterampilan tersendiri. Menulis itu tidak mudah, jika ada yang bilang mudah, tentu saja si penulis itu sudah memiliki ketrampilan itu terlebih dahulu atau hanya memberikan alasan normatif yang bersifat motivasional. Namun untuk orang yang tidak terbiasa menulis, maka untuk menuangkan gagasan-gagasannya dalam bentuk tertulis akan menuntut sumberdaya pikiran si penulis yang tidak sedikit. Jerih payah si penulis ini akan sebanding dengan pengalamannya dalam mengolah pengetahuan. Artinya, semakin banyak membaca, memperkaya referensi, semakin mudah dalam menuangkannya dalam bentuk tulisan. Pengalaman penulis dalam hal ini adalah perihal menggunakan bahasa dalam menyampaikan gagasan itu lebih penting. Terutama penyampaian gagasan pada pembuatan telaah kritis. Dalam penyampaian gagasan pun, penulis sepakat dengan Rahardi (2009), yaitu hendaknya tetap berprinsip pada kejelasan (clarity) , ketepatan (accuracy) , dan keringkasan (brevity) .

Membuat Telaah Kritis (5) : Bepikir lurus

Melanjutkan tulisan sebelumnya yaitu “Membuat Telaah Kritis bag. 4: Memeriksa suatu Kritik” , sajian kali ini penulis akan lebih mendasarkan terlebih dahulu pada tata cara berpikir lurus, dan logika penalaran. Mengapa demikian? Dalam ranah ilmiah atau di dunia akademis, apapun bentuk tulisannya maka satu-satunya alat yang dimiliki manusia adalah “logika”. Dengan alasan itu pula apapun bentuk model pemikirannya, maka secara konsekuensi logika antroposentris, sepanjang lolos pemeriksaan hukum-hukum logika, maka secara normatif akan terhindar dari pelbagai kesalahan atau kesesatan berpikir. Apa itu berpikir lurus? Berpikir lurus itu bukan hal yang mudah, karena mengandung unsur habitus disana. Fenomenanya, banyak orang terjebak dengan cara berpikir yang itu-itu saja [1] , sibuk memutlakkan hasil penyimpulannya, percaya begitu saja dengan argumentasi-argumentasi yang sudah deterministik, dan menggunakannya untuk mempengaruhi orang lain agar sepakat dan sekaligus mengkonfirmasi bahwa pik

Membuat Telaah Kritis (4): Memeriksa suatu Kritik

Terima kasih kepada para pembaca yang budiman! Saya sebagai penulis sungguh tidak menyangka bahwa tulisan “ Membuat Telaah Kritis (2): Mengkritisi jurnal penelitian ” telah melampaui 5000 pembaca (25% dari total pengunjung). Artinya, secara konsisten dari waktu ke waktu pengunjung blog mampir disini karena kebutuhan akan informasi terkait dengan penulisan karangan ilmiah. Penulis pun juga menduga bahwa banyak dari para pembaca sedang mendapat kegalauan akut dikarenakan medadak dosen-dosen mendatangkan masalah, yaitu meminta sebuah telaah kritis tanpa mengajarkan dengan jelas apa itu telaah kritis. Saya akan berangkat dari apa itu kritis? Per definisi KBBI online kata kritis (a.) memiliki dua arti (definisi biverbal), yaitu pada definisi pertama: (1) dalam keadaan krisis, gawat; genting (tentang suatu keadaan), (2) dalam keadaan yang paling menentukan berhasil atau gagalnya suatu usaha. Sedangkan pada definisi kedua ialah (1) bersifat tidak lekas percaya, (2)bersifat selalu berusa

Demo-Pornokrasi

Image
Sumber gambar: http://alittlereality.blogspot.co.id/2012_03_01_archive.html Siang itu, sebuah pesan singkat elektronik hadir melalui gawai saya. Pesan itu merupakan undangan seorang kawan untuk datang mengunjungi sebuah pameran bertema “Demokrasi”. Karena saya dan dia telah lama tidak bersua, saya pikir ada baiknya juga untuk mengunjunginya sekaligus bertukar kabar. Ya, kadang untuk sekedar bertatap muka saja sering kali harus dirumuskan dahulu alasannya. Pun akhirnya saya mau juga, dan pada malam harinya saya memenuhi undangan tersebut. Maka berjumpalah kami disana dengan kehendak kami ingin bercerita, meskipun sepatah-patah, dan tidak pernah tuntas.  Pameran tersebut sebetulnya tidak sesenorok dan semeriah yang seringkali diupacarakan di galeri-galeri komersil. Malahan, pameran berkesan seperti para masyarakat seni yang sedang hadir bak para pelayat. Dalam presentasinya yang sederhana namun tetap memperhatikan detil, mempertontonkan berbagai karya-karya replika yang memiliki m