Kaleidoscope 2016

Setelah cukup lama tinggal dan mengabdi di menara gading, tanpa romansa dan hanya ingatan akan luka.. Akhirnya aku memutuskan untuk meninggalkan kota penuh sejuta nostalgia. Kulempar dan kulepeh begitu saja segala pil-pil pahit yang ditawarkannya kepadaku. Pil kekuatan, Pil kepandaian, Pil kehormatan, Pil keaggungan, Pil apa lagi... apapun itu terasa pahit dan sulit dicerna. Segalanya adalah racun-racun bagi tubuhku ini... Untuk apa itu semua? Untuk dunia...?

Aku memutuskan kembali pulang ke kota kelahiranku, untuk mempersiapkan segala impian yang tak kunjung nyata. Mimpi yang mulai menjadi ilusi. Kesemuan dibalik idealisme diri...

Hmm..tidak, aku hanya pulang sebentar, hanya untuk menyiram tanaman-tanaman yang hampir kering.. tanaman yang kelak akan menjadikan tempat bernaung buat aku dan kamu dikala hujan deras. Toh ini hanya masalah di kesementaraan. Aku hanya butuh tempat embarkasi sebelum melompat ke momentum yang lain lagi.

Berat hati... Sesak dan khawatir...

Akan tetapi, aku sudah mulai terinstitusi di kota itu, di menara gading itu...
Seperti narapidana yang sudah divonis seumur hidup untuk tinggal dibalik terali dan jeruji besi,
Hingga mendadak mendapat grasi dan diminta untuk pergi bebas kembali.

Perasaan untuk berada di kota lain mulai membuatku sulit untuk tidur.
Berkecamuk dan bergumulnya batin, atas seorang sahabat..
Sejuta kemungkinan asa bercampur derita yang terlanjur mendidihkan sukma.
Aku tidak akan pernah meninggalkannya..

Hidup ini sebuah perjalanan, pun yang selalu dihiasi perjumpaan...  

"Perjalan itu bersifat pribadi. Kalaupun aku berjalan bersamamu perjalananmu bukanlah perjalananku"
-Paul Theroux-

Perjumpaan mengundang pengertian, pengertian menyingkap pengetahuan...
inilah ketika merasa memahami terjadi...memang hidup tidak lain hanya masalah berjumpa dengan sisi lain dari diri kita, berjumpa dan mengada bersama, dan itu juga menjadi sangat pribadi.

Mungkin di akhir pergantian tahun 2016 ini, hanya puisi ini yang kulantunkan,

"Menuju lautan-lautan baru
Ke sana-pergi menuju ke sana itulah yang kukehendaki
Pada diriku sendirilah aku percaya, pada tanganku sendiri
Terbuka, lautan membuka diri, dalam biru
Meluncur, kapalku dari Genoa menginginkan dirinya
meluncur
Bagiku, segalanya berpendar dengan kilatan baru
Sang Tengah Hari berjaga-jaga dalam ruang dan waktu
Hanya mata-mu - secara mengerikan
Menghunjam diriku, oh ketakterbatasan"

dikutip dari "Nyanyian -Nyanyian Sang-Pangeran-Di Luar-Hukum, La Gaya Scienza, Nietzsche terj. Wibowo (2004)."

dan puisi ini mengiringku memasuki tahun yang baru, lautan-lautan baru...

Siapa percaya, dia melihat dan menembus jauh.
Siapa berdoa, dia tak tinggal berdiri di hadapan cermin--
berhenti pada dirinya dan puas mengagumi wajahnya.
Ia melihat lebih jauh, melampaui dirinya.
Kita bukanlah perekayasa dan pembuat keberadaan kita.
Hidup ini sungguh penuh dengan kejutan, yang menegangkan.
Hidup ini pergi lebih jauh melampaui apa yang kita rencanakan
dan kerjakan.
Kita tidak hanya hidup dari pasar untung dan rugi.
Kita hidup dari kepercayaan, harapan dan cinta
pendeknya, dari apa yang tidak dapat kita buat dan kita beli.
Itu semuanya mengubah kita--dan dunia.

(Franz Kamphaus: Weltblick, di dalam: Konradsblatt, 10, 2004, hlm.18, di dalam Sindhunata, 2004, di dalam A. Setyo Wibowo, 2004, Gaya Filsafat Nietzsche)

P.S. untuk ia, sahabatku yang sedang sendiri di waktu ini..

Ssst... ada kapal lain ku siapkan di Genoa,
Tidakkah kau rindu akan ketidakterbatasan?
Bukankah kau yang selalu ragu namun serba penasaran?
Jangan lekas mati...
aku akan kembali suatu hari nanti...

Comments

Popular posts from this blog

Tutorial: Mengunduh Data Keuangan Dari Yahoo! Finance

Membuat Tabel (Siap) Publikasi di Stata

Triangulasi (Metode Campuran)