Citasi (1)

Ketika kita berada dalam komunitas ilmiah, kita harus menerima segala norma dan etika yang berterima bersama dalam komunitas tersebut. Hal yang paling krusial adalah perihal penghargaan atas ide orang lain. Pemberian penghargaan ini sebenarnya hal yang cukup sepele, yaitu membubuhkan nama pemilik berikut atributnya (atribusi) pada tulisan kita, ketika menggunakan kalimat, frase, ataupun ide dari pemiliknya. Permasalahannya adalah kita seringkali tidak menyadari, bahwa hal yang sepele itu kemudian akan berakibat fatal pada karir akademis kita. Tidak jarang (dari gosip yang beredar disekitar penulis) seseorang dicopot dari gelar kesarjanaannya akibat tidak melakukan citasi dengan baik, bahkan pernah ada seorang doktor yang dicopot gelarnya akibat lupa tidak membubuhkan sumber pada tabel yang digunakannya pada disertasinya. Karena kelalaian penulis ini akan mengakibatkan tuduhan plagiarisme.






Neville (2010, hal. 19) mengungkapkan ada enam skenario yang dapat memandu kita dalam mencitasi sesuatu. Kita harus memberikan bukti kepemilikan atas karya orang lain tersebut ketika: 
  1. kita menggunakan tabel, foto, statistic atau diagram, baik diambil secara langsung ataupun sudah dimodifikasi sendiri.
  2. kita mendeskripsikan atau mendiskusikan sebuah theory, model, praktik yang berhubungan dengan penulis tertentu atau menggunakan hasil karya mereka untuk mengilustrasikan contoh-contoh pada pekerjaan kita.
  3. kita ingin memberikan bobot atau meningkatkan kepercayaan pembaca atas argumen-argumen kita.
  4. kita ingin memberikan penekanan pada suatu teori tertentu, model atau praktik yang telah menjadi ukuran dari kesepakatan dan dukungan dari penulis-penulis lainnya.
  5. kita ingin memberikan informasi kepada pembaca mengenai sumber-sumber yang digunakan baik kutipan secara langsung maupun definisi-definisi tertentu.
  6. kita memparafrasekan ide orang lain atau definisi yang kita anggap signifikan atau kita duga akan menjadi subyek yang menjadi perdebatan.

Kadang kala sewaktu menulis kita pun merasa bahwa kita tidak yakin bahwa kata-kata kita apakah benar merupakan hasil pemikiran kita/ ide kita, atau sudah ada orang lain yang mendahului kita. Masalah ini kemudian bisa menjadi boomerang bagi kita yang sudah menggugat bahwa ide atau argument kita adalah hasil yang asli, otentik atau orisinil, karena siapa yang lebih dulu mempublikasikan pada media ilmiah maka gugurlah hasil pemikiran kita. Untuk itu kita perlu melakukan citasi, tetapi citasi juga tidak perlu berlebihan. Kadang kita akan menjadi tarlalu takut atau menjadi paranoid terhadap tulisan kita sendiri dalam hal gugat-menggugat ide ini. 


Ada beberapa hal yang kita tidak perlu risau ketika kita menggunakan sumber-sumber tertentu harus diberi citasi atau tidak. Neville (2010, hal. 21) menyatakan bahwa kita tidak perlu melakukan citasi ketika: 
  1. Menceritakan ulasan singkat sejarah 
  2. Menceritakan pengalaman pribadi penulis 
  3. Mendeskripsikan atau menyimpulkan ide-ide yang sebelumnya sudah kita acu sebelumnya 
  4. Menyarikan atau membuat ringkasan dari pengetahuan umum, dalam hal ini jangan dibingungkan dengan fakta dan opini/argumen. 
Walaupun banyak pandangan mengenai citasi baik mendukung atau menganggap menyulitkan (Neville, 2010) tetapi bahwa memang seperti itulah aturan mainnya. Kita juga akan merasa kesal bukan apabila ada seseorang dengan seenaknya mencuri atau menggugat ide kita, atau hasil kerja keras kita, digugat orang lain dan oknum tersebut yang mendapatkan keuntungannya. Maka dengan melakukan citasi dengan baik dan benar, kita sudah bersikap adil dan menjauhi apa yang disebut plagiarisme.



Rekomendasi Bacaan 

Neville, C., (2010). The Complete Guide to Referencing and Avoiding Plagiarism (2nd ed.). London: McGraw-Hill - Open University Press.

Comments

Popular posts from this blog

Tutorial: Mengunduh Data Keuangan Dari Yahoo! Finance

Membuat Tabel (Siap) Publikasi di Stata

Triangulasi (Metode Campuran)