Knowledge for the Knowledge’s sake!

Masih ingatkah kita pada situs penyedia e-book di internet, gigapedia (kemudian berganti menjadi library.nu)? Semangat pendiri situs tersebut adalah menciptakan perpustakaan online raksasa untuk dunia. Akan tetapi akibat gugatan hukum oleh banayk pihak maka gigapedia sebagai sumber e-book di dunia maya terpaksa harus mati. 

Dunia open-source merupakan semangat berbagi dari, oleh dan untuk penggunanya, demi masa depan dunia yang lebih baik. Mengutip saran @yanuarnugroho pada sebuah kuliah umum, bahwa di era open-source ini  apa saja kita harus kita bagikan. Seperti gigapedia mereka memang memberikan e-book tersebut secara gratis, tetapi mereka tidak pernah menganjurkan penggunannya untuk melakukan pelanggaran atas hak kekayaan intelektual (HAKI). Sungguh mulia memang ide tersebut, namun sayang, apa boleh buat, kita tidak hidup di zaman yang setiap orang mau berbagi untuk sesamanya. 

Ilmu pengetahuan adalah barang bebas, seperti udara dan air. Barang tersebut disediakan oleh alam dalam jumlah yang banyak untuk seluruh umat manusia, walaupun dalam kenyataannya kita membutuhkan uang untuk mendapatkan ilmu pengetahuan tersebut (disini sekolah dan universitas sebagai fasilitator). Oleh karena itu ilmu pengetahuan harus bebas nilai (tidak memihak dan netral, hanya memberikan fakta ilmu pengetahuan itu sendiri). 

Dalam dunia akademis, siapapun itu harus menaati kode etik tertentu demi ilmu pengetahuan itu sendiri. Seperti mengutip ide atau kalimat baik dari jurnal, buku, majalah atau pun sumber-sumber penelitian lainnya, merupakan praktik sadar norma akademis (baca: citasi). Sehingga segala bentuk kecurangan (baca: plagiarisme) merupakan bentuk kejahatan berat di dunia akademis bagi pelakunya. 

Lantas bagaimana dengan semangat berbagi tersebut diatas berkaitan dengan ilmu pengetahuan? 

Memang banyak yang merasa kehilangan, dengan matinya situs gigapedia, namun disisi lain gigapedia dipandang sebagai tidak kurang dari sekelompok pencuri yang bertindak sebagai Robin Hood. Terserah apapun itu sikap dan argumentasinya sumber ilmu pengetahuan itu, kini sudah tinggal kenangan. Secara nyata bahwa akses kepada ilmu pengetahuan kembali dibatasi. Yang bodoh akan tetap bodoh, yang pandai akan semakin pandai. Ada yang bilang itu efek samping kapitalisme. 

Entah benar apa bukan penulis lebih percaya pada sebuah pepatah, yaitu jangan pernah menentang alam. Alam akan selalu mengajarkan pada kita apa pun itu, seketat apapun dibatasinya, maka alam akan selalu mencari jalan keluar sendiri. Ilmu pengetahuan tidak bisa dibatasi, selama masih ada manusia pembelajar, ilmu akan terus berkembang dan mengungkap segala pertanyaan-pertanyaan di benak manusia itu sendiri. 

Penulis disini memberikan acungan jempol kepada pendiri jurnalpedia.com atas keberanian dan kepedulian mereka atas ketimpangan pendidikan di seluruh dunia. Kenyataannya bahwa di Indonesian hanya segelintir universitas terkemuka saja yang mampu berlangganan jurnal penelitian secara online. Jurnal-jurnal semacam itu memang sangat mahal, untuk sekali unduh saja ada yang mematok harga $35.56. Padahal untuk membuat sebuah penelitian sosial, misal penelitian ekonomi dalam ranah keperilakuan, minimal membutuhkan lima puluh judul artikel, belum lagi jika dikirimkan kepada juri jurnal ilmiah international, peneliti harus membayar sejumlah uang (sekitar $300) yang tentunya belum tentu penelitiannya diterima. Untuk Indonesia yang memiliki pendapatan per kapita sebesar $2,940 per tahun[1], dan dengan tingkat penduduk miskin 12.5% dari total penduduk, sepertinya penelitian tersebut akan menjadi barang yang sangat mewah. 

Belum lagi himbauan dikti (bentuk keputusasaan akibat minimnya publikasi dan buruknya kualitas penelitian mahasiswa) untuk publikasi makalah di jurnal ilmiah yang menambah runyam masalah pendidikan di Indonesia. Seolah dikti ingin makan kenyang enak murah dan cepat, layaknya mie instan, murah enak mengenyangkan namun tidak bergisi, tidak ada kualitasnya. Sungguh jauh panggang dari api.

Lebih lagi secara budaya di kota-kota urban, orang Indonesia lebih terbuai dengan segala gadget dan percakapan di jejaring sosial, dan di daerah rural, adanya internet malah menjadi petaka baru, atas ketidaksiapan mereka menerima informasi dengan filtrasi seadanya. Sungguh hanya akan menjadi hal yang langka melihat orang Indonesia menunggu bus sambil membaca buku, dan akan menjadi hal yang aneh bagi orang Indonesia untuk datang ke perpustakaan kota atau museum. 

Pada akhirnya masalah pendidikan akan memberikan efek domino tersendiri bagi kelangsungan hidup orang Indonesia. 

Baik gigapedia dan kini hadirnya jurnalpedia memiliki semangat yang sama, yaitu ingin menciptakan efek bola salju positif bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Dengan adanya jurnalpedia, ilmu pengetahuan akan menjadi barang bebas lagi, yang bisa dinikmati oleh siapa saja. Bahwa semangat berbagi ini hendaklah kita sebar luaskan. Dengan kita meluangkan waktu untuk mengunduh satu makalah penelitian saja setiap hari dan di sebarkan secara bebas, hasilnya kelak akan luar biasa. Dengan adanya jurnalpedia.com ini janganlah kita menjadi orang-orang yang oportunis, hanya menjadi lintah penyedot darah saja. Sudah layak dan sepantasnya kita berbuat hal yang sama seperti yang sudah dilakukan pendiri-pendiri situs tersebut. Knowledge for the Knowledge’s sake! 


Catatan penulis:
Silahkan kunjungi situs tersebut untuk mendapatkan jurnal internasional secara gratis.



Comments

Popular posts from this blog

Tutorial: Mengunduh Data Keuangan Dari Yahoo! Finance

Membuat Tabel (Siap) Publikasi di Stata

Triangulasi (Metode Campuran)