Struktur Mikro Pasar (3)

Para pemikir aliran struktur mikro pasar tidak puas dengan penjelasan yang diturunkan dari konsep invisible hand terkait dengan pembentukan harga. Dalam pandangan klasik, gagasan pertemuan titik ekuilibrium terjadi secara alamiah dan begitu saja. Namun tidak demikian bagi struktur mikro pasar. Berangkat dari pertanyaan "Bagaimana harga equilibrium-pasar ditentukan?" para pemikir keuangan aliran ini mencoba menjawab dengan berbagai spekulasinya dari mekanisme pembentukan harga itu sendiri. Titik tolak pertanyaan itu yang kemudian membawa struktru mikro pasar lahir menjadi disiplin teori tersendiri di ranah ilmu ekonomika keuangan. 

New York Stock Exchange pada tahun 1960-an,
 Sumber: http://s.wsj.net/public/resources/media/wsj125-19721114.jpg
Secara sederhana harga ditentukan melalui motivasi perusahaan-perusahaan untuk selalu memaximumkan keuntungan dengan memilih harga-harga yang dapat menyeimbangkan antara penjualan (sales) dan pembelian (purchases) mereka, dalam arti teknis perusahaan berupaya untuk menyeimbangkan antara pendapatan marginal (marginal revenueMR) dengan biaya faktor marjinalnya (marginal factor costs—MC ). Namun sebelum lebih jauh menjawab hal itu, sebaiknya kita mengajukan terlebih dahulu, yaitu "Apa sebenarnya yang menentukan harga itu sendiri?" dan "Apa yang sebenarnya terjadi ‘behind the scene’ di dalam proses pembentukan harga di ekuilibrium atas barang dan jasa?" Menurut O'Hara (1995) bahwa ada dua pendekatan tradisional untuk menjelaskan mekanisme formasi harga. Pertama, formasi harga berkaitan dengan properti-properti dari harga-harga ekuilibrium. Kedua, formasi harga dapat dibaca melalui mekanisme balai lelang Walrasian, yaitu dengan mengagregasikan seluruh permintaan dan penawaran dari para pedagangnya untuk mendapatkan harga yang mewakili diantara pihak tersebut (market clearing price).

Pada pendekatan pertama, pemeriksaan properti-properti dari harga ekuilibrium mengedepankan pendekatan yang cukup sederhana dan general. Asumsi yang melatarbelakangi pendekatan ini adalah mekanisme perdagangan tidak memberikan pengaruh apapun terhadap ekuilibrium yang dihasilkan. Sederhananya, tidak peduli seperti apa mekanisme perdagangannya, maka harga ekuilibium tetap akan sama. Tentu saja hal ini akan menyebabkan permasalahan bagi pasar yang di dalamnya para pedagang bergantung terhadap informasi-informasi yang berbeda.

Sedangkan pada pendekatan kedua, secara aktual tiap-tiap pedagang mengajukan permintaannya. Kemudian, juru lelang akan mengumumkan harga perdaganngan yang potensial, dan selanjutnya para pedagang akan menentukan permintaannya seoptimal mungkin terhadap harga tersebut. Sebelum ada kesempatan dari tiap-tiap pedagang untuk merevisi pesanannya, maka tidak akan terjadi perdagangan yang aktual. Ketika hal itu terjadi maka akan berulang suatu mekanisme antara pengajuan harga yang potensial oleh juru lelang dan revisi pesanan dari para pedagang secara sekuensial. Proses ini akan terus berulang hingga saat harga tidak lagi di revisi. Ekuilibrium terjadi ketika seorang pedagang bersepakat  dan mengajukan pesanan optimalnya pada harga ekuilibriumm dan pada harga itu kuantitas penawarannya sama dengan kuantitas permitaannya. Pada balai lelang Walrasian, harga akan disesuaikan hingga tidak terdapat kelebihan permintaan lagi, pun disini juru lelang tidak akan mengambil posisi sebagai pedagang, ia hanya melayani untuk meneruskan kuantitas tertentu dari para penjual ke para pembeli. Proses lelang ini pun tanpa biaya, dan sehingga tidak akan terdapat friksi[1] pada proses pertukarannya. Jadi berkaitan dengan hal ini, harga ekuilibrium muncul sebagai sesuatu hasil dari sesuatu yang bersifat alamiah atas permainan perdagangan, yaitu para penjual dan pembeli saling bertukar aset-asetnya tanpa adanya biaya.

Akan tetapi, apakah dalam realita dimungkinkan mekanisme seperti apa yang diceritakan dalam balai lelang Walrasian. Sulit untuk dipercaya apabila secara aktual terdapat suatu platform yang menawarkan sesuatu jasa secara percuma. Apabila kita menilik kembali aliran sirkuler pada aktivitas ekonomi dari Spulber (1999), maka sudah secara eksplisit intermediary rents merupakan biaya transaksi yang harus ditanggung oleh para pihak yang mengambil posisi sebagai konsumen dan market taker. Artinya pihak pembeli dan penjual akan memiliki peluang yang sama untuk menghadapi biaya transaksi. Terkait dengan biaya transaksi ini, bermula dari Demsetz (1968) yang berargumentasi berdasarkan pengamatannya atas mekanisme New York Stock Exchange (NYSE). Ia mendefinisikan bahwa biaya transaksi merupakan biaya yang timbul akibat pertukaran suatu klaim atas kepemilikan aset atau properti. Selanjutnya Demsetz mengerucutkan makna biaya transaksi tersebut sesuai dengan konteks NYSE (disini: pasar modal), yaitu biaya transaksi tidak lain adalah biaya-biaya yang muncul akibat menggunakan NYSE (disini: institusi bursa, pasar modal, platform, dsb.) untuk menyelesaikan suatu pertukaran secara cepat atas saham untuk uang. Secara konkret, ia menyebutkan bahwa pada umumnya biaya transaksi terdiri dari dua komponen yaitu ongkos perantara efek (brokerage fee) dan rentang tawar-minta (bid-ask spread), akan tetapi pajak transfer juga dimungkinkan untuk dimasukan ke dalam biaya transaksi. Selain itu apabila ditilik dari sudut pandang agen keekonomiannya (economic agents) yaitu formasi harga yang terbentuk di balai lelang itu di dunia nyata jauh lebih kompleks karena: para pedagang tidak hadir secara serempak di pasar dan tentu saja informasi yang ada bersifat asimetris, tidak homogen seperti apa yang digambarkan di balai lelang Walrasian (de Jong and Rindi 2009).
   
Berangkat dari definisi semacam ini, Demsetz (1968) dalam studinya membuktikan secara empiris bahwa biaya transaksi dapat diminimalkan dengan meningkatkan aktivitas perdagangan. Hal ini dimungkinkan dengan mensentralisasi platform perdagangan itu, hal ini dimungkinkan juga untuk jenis sekuritas yang lain dan mata uang[2]. Perbedaan karakter yang mencolok disini dalam perihal perdagangan yaitu ‘tukar-menukar yang terorganisir’ adalah kemauan (willingness) konsumen untuk tidak melakukan pencarian informasi yang sebenar-benarnya atas barang-barang yang dibeli dan dijualnya. Sebagai konsekuensi logis, pasar harus bisa menyelesaikan potensi terjadinya disekonomi, namun bagaimana pun juga sepanjang hal ini dimungkinkan untuk melipatgandakan jumlah pasar tanpa meningkatkan sewa faktor-faktor ekonomi secara signifikan, disekonomi skala pada masing-masing pasar secara individu tidak akan pernah dan tidak akan menciptakan disekonomi skala yang lain pada tingkat industry. Hal ini disebabkan suatu peningkatan persaingan dari pasar-pasar itu sendiri. Pada akhirnya, Ia pun menyimpulkan bahwa biaya transaksi ini relevan dengan masalah ketidaksempurnaan pasar yang terindikasi dari perbedaan tingkat suku bunga peminjaman (borrowing rate). ‘Peningkatan harga’ atau markup yang melekat pada setiap penambahan saham-saham di pasar akan lebih sedikit untuk perusahaan besar dibandingkan dengan perusahaan kecil. Hal ini pun sejalan bahwa perusahaan-perusahaan besar kebanyakan akan cenderung memiliki pemegang saham yang lebih banyak.
     
Rekomendasi dari Demsetz berfokus pada masalah kesenjangan ekuilibrium yang dapat diselesaikan dengan membayarkan biaya jasa perantara. Kritik pun datang dari O’Hara (1995), Ia mengemukakan bahwa model analisa Demsetz terlalu sederhana dan terbatas untuk menjelaskan perilaku dari suatu mekanisme perdagangan sederhana. Kenyataannya, mekanisme yang terjadi justru sangat kompleks. Demsetz dalam modelnya melibatkan dua jenis pedagang dengan perbedaan preferensi akan waktu. Dalam hal ini, bahwa tidak hanya masalah biaya transaksi saja yang menjadi titik tolak permasalahan struktur mikro pasar, akan tetapi interaksi antara mekanisme pasar dengan perilaku para pedagang juga tidak dapat diabaikan begitu saja. Jika mekanisme pasar berperan dalam hal pembentukan harga, konsekuensinya akan mempengaruhi para pedagang dalam rangka pengambilan keputusan order para pedagang. Maka dari itu, suatu eksogenitas proses order terhadap mekanisme pembentukan harga akan menjadi sulit bertahan.

Catatan-catatan:


[1] apa-apa saja yang menyebabkan pasar sulit untuk menciptakan transaksi “stickyness” atau berjalan dengan lancar  misalnya: jarak, biaya, informasi, peraturan dan lain sebagainya
[2] Untuk kasus di Indonesia menurut hemat penulis, bahwa dengan telah dilakukannya merger antara Bursa Efek Jakarta dengan Bursa Efek Surabaya menjadi Bursa Efek Indonesia merupakan contoh aktual di Indonesia. Motif penurunan biaya transaksi pun juga dicurigai menjadi latar belakang dilakukannya merger ini. Karena dengan menurunkan biaya transaksi adalah salah satu upaya penciptaan pasar yang lebih efisien dan itu dengan mengikuti gagasan Demsetz (1968) hanya dapat tercapai melalui sentralisasi jenis-jenis sekuritas. Dalam hal ini set sekuritas yang berhubungan langsung dengan pembentukan portfolio di sisi investor.

Referensi
de Jong, Frank, and Barbara Rindi. 2009. The Microstructure of Financial Markets. Cambridge: Cambridge University Press.
Demsetz, Harold. 1968. "The Cost of Transacting." Quarterly Journal of Economics LXXXII: 33-53.
O'Hara, Maureen. 1995. Market Microstructure Theory. Massachusetts: Blackwell.
Spulber, Daniel F. 1999. Market Microstructure: intermediaries and the theory of the firm. Cambridge: Cambridge University Press.


Comments

Popular posts from this blog

Tutorial: Mengunduh Data Keuangan Dari Yahoo! Finance

Membuat Tabel (Siap) Publikasi di Stata

Triangulasi (Metode Campuran)